Kamis, 08 Desember 2011

Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Dan Pertumbuhan Tumbuhan/Tanaman - Teori Biologi
Thu, 14/02/2008 - 12:12am — godam64
Banyak faktor alasan atau penyebab yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan, tanaman, pohon, dll. Apabila faktor tersebut kebutuhannya tidak terpenuhi maka tanaman tersebut bisa mengalami dormansi / dorman yaitu berhenti melakukan aktifitas hidup. Faktor pengaruh tersebut yakni :

1. Faktor Suhu / Temperatur Lingkungan

Tinggi rendah suhu menjadi salah satu faktor yang menentukan tumbuh kembang, reproduksi dan juga kelangsungan hidup dari tanaman. Suhu yang baik bagi tumbuhan adalah antara 22 derajat celcius sampai dengan 37 derajad selsius. Temperatur yang lebih atau kurang dari batas normal tersebut dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lambat atau berhenti

2. Faktor Kelembaban / Kelembapan Udara

Kadar air dalam udara dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan tumbuhan. Tempat yang lembab menguntungkan bagi tumbuhan di mana tumbuhan dapat mendapatkan air lebih mudah serta berkurangnya penguapan yang akan berdampak pada pembentukan sel yang lebih cepat.

3. Faktor Cahaya Matahari

Sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat melakukan fotosintesis (khususnya tumbuhan hijau). Jika suatu tanaman kekurangan cahaya matahari, maka tanaman itu bisa tampak pucat dan warna tanaman itu kekuning-kuningan (etiolasi). Pada kecambah, justru sinar mentari dapat menghambat proses pertumbuhan.

4. Faktor Hormon

Hormon pada tumbuhan juga memegang peranan penting dalam proses perkembangan dan pertumbuhan seperti hormon auksin untuk membantu perpanjangan sel, hormon giberelin untuk pemanjangan dan pembelahan sel, hormon sitokinin untuk menggiatkan pembelahan sel dan hormon etilen untuk mempercepat buah menjadi matang. Mengenai hormon tanaman akan dijelaskan pada artikel lain yang dapat dicari melalui fitur pencarian di sebalan kiri situs organisasi.org ini.

Senin, 05 Desember 2011

refleksi diskusi kel 3 dan 4

Pada kelompok 3 berdiskusi tentang cahaya dan suhu, ada beberapa pertanyaan yang kurang di jawab dengan sempurna. Yaitu pada bahasan tentang poikilotrm dan steinoterm. pemateri tidak menguasai materi dengan baik. sehingga penjelasan kurang saya mengerti. Kepada bapak husamah tolong untuk mengkaji ulang. Kemudian pada pertanyaan fotoperiodisme apakah tumbuhan jati mengalami fotoperidisme,tentu iy.karena pohon jati menggugurkan daunnya pada musim kemarau itu untuk menahan penguapan air.kelompok ini juga tidak menjelaskan tentang materi zonasi tumbuhan berdasarkan suhu.

Bahasan pada kelompok 4 yaitu tentang atmosfer, dimana di dalam atmosfer terdapat komponen penting yaitu N, o2, co2, argon dll. Adapun lapisan atmosfer ada 5 yaitu lapisan troposfer, stratosfer, mesosfer, thermosfer, dan eksosfer. Dalam diskusi yang telah dilakukan tadi, timbul beberapa pertanyaan yaitu;
1.mengenai pengaruh atmosfer terhadap pertumbuhan yang telah di tanyakan oleh saudari teti
2.Bagaimana mekanisme atau proses efek dari sirkulasi hidrologi tehadap proses pertumbuhan tanaman yang telah ditanyakan oleh saya sendiri
3. Mengapa tetap ada musim kemarau dan musim hujan,,padahal matahari selalu terbit dilangit,hanya saja tidak tampak.penanya saudara samsul arifin
Jawabannya ialah :
1. Dikarenakan atmosfer mengandung komponen penyusun yang penting yaitu co2, o2, Nitrogen, argon dsb.
2. dalam mencapai tanah, air bergerak secara kontinue yang dnamakan sirkulasi air.dimana air bergerak secara horizontal dan vertikal, jadi apabila keadaan air tidak baik,maka pada tumbuhan tidak mengalami proses pertumbuhan secara optimum atau maksimal
3. Di karenakan uapan air laut tertimbun di dalam awan,,disitu terjadinya musim kemarau.sedangkan musim penghujan pada saat kondisi awan sudah tidak mampu menahan uapan air, dan keluarlah butiran-butiran air kebumi. sanggahan dari saudara ilham atas jawaban saudari ika, ialah dikarenakan adanya angin muson barat dan angin muson timur. dan semua awan memiliki potensi mengeluarkan butiran hujan tersebut.

Prediksi untuk kedepan : Kelompok yang akan tampil akan membahas Faktor edafik (tanah) Faktor edafik (tanah), Topografi, Faktor lingkungan biotik dan interaksinya, POPULASI.

refleksi tgs dr kel 1 n 2

Pada diskusi yang dilakukan minggu kemaren,,didapatkan berbagai informasi mengenai apa yang dimaksud dari ekologi tumbuhan itu sendiri.Ekologi tumbuhan menurut kelompok 1, menjelaskan bahwa ekologi terbagi menjadi 4 golongan, yaitu: ekologi komunitas, fisiologi, tumbuhan, dan manusia. Banyak sekali pertanyaan yang muncul di dalam diskusi pada penjelasan yang berkaitan dengan aspek terapan di dalam perkotaan. yang pertama, mengenai definisi hutan kota dan ruang terbuka kota. yang kedua mengenai bentuk hutan kota yang berada di daerah permukiman, dan yang terakhir ialah tumbuhan apa saja yang bisa ditanam pada huta kota. dan pada kelompok 1 telah menjelaskan semaksimal mungkin.Akan tetapi pada kelompok ini tidak menjelaskan tentang apa konsep dari hutan itu sendiri, jadi membuat jawaban terlalu bertela-tela kepada yang bertanya. Hal yang dapat saya peroleh ialah hutan kota biasanya terdapat di jantung kota. Yang berguna untuk mengurangi polusi asap kendaraan bermotor serta mengandung nilai estetika dan juga sebagai penghasil o2 dimana kota rentan akan banyak gas co2. Ada pun bentuk dari hutan kota itu sendiri ialah seperti jalur hijau yang dipiggir jalan, taman kota, kebun dan halaman rumah, kebun raya sebagai tempat wisata, hutan raya, kebun binatang, hutan lindung dsb. Tanaman yang biasanya ditanam pada hutan kota yaitu tumbuhan yang sifatnya koko,kuat dan bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama, yaitu pohon jati, pohon berngin dll.

Pada diskusi kelompok 2, menjelaskan tentang Tumbuhan di dalam lingkungan. Maksud dari tumbuhan didalam lingkungan ialah tumbuhan yang dapat hidup di lingkungan makro atau mikro. Adapun lingkungan itu sendiri terbagi menjadi 2, yaitu lingkungan abioik dan lingkungan biotik. kemudian dalam penjelasan akan pertanyaan yang berkaitan dengan hukum liebag masih belum terlalu jelas saya mengerti. yang cuma saya tahu, hukum liebig berkaitan dengan pertumbuhan tanaman yang tergantung pada jumlah minimal. Kemudian pertanyaan dengan hukum niche berserta fungsi niche saya belum mengerti. Karena kelompok 2 juga masih bingung tentang hukum niche dan liebig. saya akan mencari informasi sendiri tentang hal tersebut, dan akan saya posting dalam blog saya nantinya. Berkaitan dengan penjelasan bunyi itu termasuk dalam faktor abiotik sebenarnya mendapat sumber darimana, karena setahu saya bunyi tidak pernah termasuk dalam komponen faktor abiotik itu sendiri.

Minggu, 27 November 2011

Kearifan Lokal Masyarakat Madura Dalam Mengkonservasi Tumbuhan Obat Tulisan diatas menyalin dari : Kearifan Lokal Masyarakat Madura Dalam Mengkonservasi Tumbuhan Obat | Lontar Madura

Oleh : Budi Purwantiningsih
Masyarakat Madura telah lama mempraktekkan tumbuhan sebagai obat tradisional atau yang lebih sering disebut “jamu”. Secara umum minum jamu yang diracik dari tumbuh-tumbuhan telah menjadi kebisaan keluarga dan masyarakat Madura, khususnya yang masih berdarah biru (keturunan dan kerabat raja) (Handayani, 2003). Kebiasaan minum jamu yang begitu melekat ini telah menimbulkan suatu prinsip “lebih baik tidak makan daripada tidak minum jamu” (Rifa’i, 2000). Berdasarkan bentuknya, jamu Madura sebagaimana jamu yang dibuat di Pulau Jawa dapat dikelompokkan menjadi lima macam jamu, yaitu: Jamu Segar. (2) Jamu Godokan. (3) Jamu Seduhan. Dan (4) Jamu Oles.
Menurut Handayani (2003) umumnya ramuan Madura mengandung banyak resep untuk keperluan menjaga kesehatan misalnya : jamu perawatan tubuh, jamu pasca melahirkan, jamu mengencangkan payudara, mempertahankan samina, jamu rapat, dan lain-lain. Adapun tumbuhan-tumbuhan yang sering digunakan masyarakat Madura adalah daun Jahe (Zingiber officinale), pinang muda (Areca catechu), bunga padma (Rafflesia zollingeriana), sirih (Piper betle), adas (Foeniculum vulgare), pulasari (Alyxia reindwardti), jintan putih (Cumimum cyminum), pala (Myristica fragrans), pepaya gantung (Carica papaya), pegagan (Centella asiatica), dan srikaya (Annona squamosa), sirih (Piper betle), temu kunci (Boesenbergia pandurata), kunci pepet (Kaempferia angustifolia), kayu rapat (Parameria laevigata), kulit buah delima (Punica granatum) dan lain-lain. (Rifa’i, 2000).
Menurut Rifa’i (2000), pada zaman dahulu potensi pengetahuan akan racikan tumbuhan obat ini didukung dengan tersedianya berbagai macam tumbuhan yang biasa menjadi tanaman pekarangan masyarakat, akan tetapi sekarang ini, tumbuh-tumbuhan tersebut keberadaannya menjadi sangat sulit ditemukan atau menjadi liar seiring dengan keengganan masyarakat untuk memanfaatkan dan menanamnya. Hilangnya pengetahuan pribumi dikhawatirkan lebih cepat dibandingkan dengan menyusutnya keanekaragaman hayati tumbuh-tumbuhannya sendiri (Purwanti, 2001). Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus, maka dikhawatirkan kepunahan tidak hanya terjadi pada tumbuhannya saja, akan tetapi pengetahuan tentang tumbuhan obat pada masayarakat Madura tersebut akan punah pula.
Kebutuhan industri obat tradisional yang cukup besar terhadap tumbuh-tumbuhan tersebut juga telah mengakibatkan eksplorasi terus-menerus dan mengancam keberadaannya, sehingga perusahaan obat tradisional di Indonesia diperoleh dari upaya pengambilan dari hutan dan pekarangan tanpa adanya upaya untuk membudidayakannya.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan suatu konsep pengelolaan pemanfaatan tumbuhan obat dengan tujuan untuk dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dalam aspek pengobatan dan juga peningkatan ekonomi. Apabila masyarakat telah mendayagunakan tumbuh-tumbuhan obat tersebut, maka secara tidak langsung masyarakat juga akan menjaga keberadaan tumbuhan obat di sekitar lingkungan mereka.
Analisis Swot Kearifan Lokal Masyarakat Madura Dalam Mengkonservasi Tumbuhan Obat
1. Kekuatan (Strengths)
Kekuatan pada aspek sumber daya dan etnobotani terletak pada kekayaan pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan jamu dan nilai multiguna tumbuhan obat itu sendiri. Pada aspek ekonomi, kekuatan terletak pada tingginya kontribusi pendapatan upaya budidaya tanaman obat terhadap pendapatan total petani, kontribusi pengolahan jamu oleh jamu gendong sebesar, dan pengusaha IKOT sebesar. Aspek kelembagaan dalam pengolahan jamu adalah dibentuknya Paguyuban Jamu Tradisional Madura serta dukungan pemerintah daerah seperti Dinas Perekonomian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi, dan Dinas Kesehatan diharapkan mampu mengangkat jamu Madura sebagai salah satu ujung tombak penggerak perekonomian lokal.
2. Kelemahan (Weaknesses)
Dari aspek sumber daya antara lain penguasaan teknologi budidaya tanaman obat oleh petani masih sangat rendah, lemahnya modal untuk pengembangan pengusahaan tanaman obat dan produk jamu, sebagian besar bahan baku jamu Madura masih harus didatangkan dari luar Pulau Madura. Dari aspek etnobotani, sistem pewarisan pengetahuan tentang tumbuhan obat dan tatacara meracik jamu pada sebagian masyarakat masih tertutup. Faktor kelembagan lokal di tingkat petani masih lemah dan sebagian lagi belum berfungsi. Dalam aspek kebijakan, belum adanya strategi dan kebijakan operasional yang terpadu dan menyangkut keseluruhan kegiatan agribisnis/agroindustri tumbuhan obat.
3. Peluang (Oppurtunies)
Berdasarkan aspek sumberdya kecenderungan konsumen global, nasional maupun lokal untuk kembali ke alam (back to nature). Berdasarkan aspek ekonomi, potensi pasar lokal dan luar yang sedang berkembang dapat menjadi peluang untuk pengembangan jamu Madura. Preferensi sebagian besar masyarakat Kabupaten Pamekasan terhadap jamu dapat menjadi peluang bagi industri jamu di Kabupaten dalam rangka memenuhi permintaan pasar lokal. Komitmen pemerintah Kabupaten Pamekasan untuk menjadikan beberapa komoditas tumbuhan obat dan jamu Madura sebagai produk unggulan lokal merupakan peluang yang sangat prospektif dalam pengusahaan tumbuhan obat dan produknya.
4. Ancaman (Threats)
Dari aspek sumberdaya semakin berkurangnya atau semakin langkanya bahan baku jamu yang didatangkan dari luar Pulau Madura. Dari aspek ekonomi, masuknya berbagai macam jamu yang diproduksi oleh perusahaan besar seperti Sidomuncul, Jamu Iboe, dan lain-lain dapat menjadi ancaman dalam pengembangan jamu lokal. Dari aspek sosial budaya, ancaman terletak pada pengaruh budaya luar/asing yang melunturkan budaya daerah contohnya kecenderungan pemanfaatan jamu yang sudah dimulai ditinggalkan oleh kaum muda. Dari aspek kebijakan, program pemerintah daerah yang belum terencana secara terpadu dan terkesan sektoral hanya menghambur-hamburkan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) sehingga sulit untuk mengharapkan PAD dari agroindustri tumbuhan obat ini.
Usaha dan Strategi Pengelolaan Tumbuhan Obat di Madura
Langkah-langkah yang dapat diambil diantaranya:
1. Aspek sumber daya
Melakukan kajian intensif disertai dengan pembudidayaan intensif melalui optimalisasi fungsi pekarangan dan lahan pertanian lainnya. Disamping itu memanfaatkan informasi pasar yang berkembang baik di tingkat lokal maupun luar daerah sehingga akan memberikan motivasi bagi petani untuk membudidayakannya, yang secara tidak langsung menjaga ketersediaan bahan jamu Madura.
2. Aspek Ekonomi
Kegiatan budidaya TO yang dilakukan oleh petani maupun pembuatan jamu yang dilakukan oleh pengusaha IKOT memerlukan kemitraan yang tepat agar dapat berkembang. Pusat inkubator agribisnis, kelembagaan desa, Pemkab, dan Universitas setempat harus berkewajiban memberikan dukungan insentif guna mendorong motivasi kelanjutan usaha TO dengan memberdayakan KUD.
3. Aspek Sosial Budaya
Penguatan kelembagaan lokal dilakukan dengan membentuk kader-kader kelompok tani dan pengusaha jamu dengan melibatkan tokoh-tokoh kunci dalam masyarakat lokal. Organisasi kemasyarakatan seperti karang taruna, aliansi kepemudaan, PKK, kelompok-kelompok swadaya masyarakat dapat difungsikan sebagai sarana komunikasi dan upaya transfer tekno-ekonomi.
Daftar Pustaka:
Handayani, L. (2003). Membedah Rahasia Ramuan Madura. Agromedia Pustaka.
Rifa’i, M.A. (2000). Pingit, Pijet dan Pepahit: Peran Tumbuhan dalam Kosmetik Tradisional Indonesia seperti Dicerminkan di Daerah Madura.
Purwanti, U. (2001). Pengembangan Tumbuhan Obat Berbasis Masyarakat di Pulau Madura. Program Warta KEHATI Edisi Januari 2001.

Tulisan diatas menyalin dari : Kearifan Lokal Masyarakat Madura Dalam Mengkonservasi Tumbuhan Obat | Lontar Madura http://www.lontarmadura.com/2011/03/kearifan-lokal-masyarakat-madura-dalam-mengkonservasi-tumbuhan-obat-2/#ixzz1eypaGv4b
Harap mencatumkan link sumber aktif


Minggu, 09 Oktober 2011

FAKTOR PEMBATAS EKOLOGI

video::
http://www.youtube.com/watch?v=7AfZx5Bm-qs

faktor pembatas ekologi
air, cahaya, tanah, suhu, kelembapan, unsur hara, mineral dll merupakan faktor pembatas ekologi

Minggu, 02 Oktober 2011

perbedaan antara Autekologi dan sinekologi

Autekologi 

Autekologi, yaitu ekologi yang mempelajari suatu spesies organisme atau organisme secara individu yang berinteraksi dengan lingkungannya. Contoh autekologi misalnya mempelajari sejarah hidup suatu spesies organisme, perilaku, dan adaptasinya terhadap lingkungan. Jadi, jika kita mempelajari hubungan antara pohon Pinus merkusii dengan lingkungannya, maka itu termasuk autekologi. Contoh lain adalah mempelajari kemampuan adaptasi pohon merbau (Intsia palembanica) di padang alang-alang, dan lain sebagainya.
Autekologi, ekologi yang mempelajari suatu jenis (spesies) organisme yang berinteraksi dengan lingkunganya. Biasanya ditekankan pada aspek siklus hidup, adaptasi terhadap lingkungan, sifat parasitis atau non parasitis, dan lain-lain
Autekologi, falsafah yang mendasarinya adalah dengan memandang sebagai ukuran yang menggambarkan kondisi lingkungan sekitarnya. Clements menyatakan bahwa setiap tumbuhan adalah alat pengukur bagi keadaan lingkungan hidup tempat ia tumbuh. Dalam hal ini paling sedikit yang dimaksut dengan alam lingkunganya adalah iklim dan tanah. Dari kajian ini lahir bidang kajian yang menilai bahwa tumbuhan adalah sebagai indikator alam atau indikator lingkungan hidup. Bidang kajian ini dikenal dengan ekologi fisiologi.
Dari segi autekologi, maka di hutan bisa dipelajari pengaruh suatu faktor lingkungan terhadap hidup dan tumbuhnya suatu jenis pohon yang sifat kajiannya mendekati fisiologi tumbuhan, dapat juga dipelajari pengaruh suatu faktor lingkungan terhadap hidup dan tumbuhnya suatu jenis binatang liar atau margasatwa. Bahkan dalam autekologi dapat dipelajari pola perilaku suatu jenis binatang liar, sifat adaptasi suatu jenis binatang liar, maupun sifat adaptasi suatu jenis pohon.

Sinekologi
Sinekologi (Ekologi Komunitas)
Sinekologi yaitu ekologi yang mempelajari kelompok organisme yang tergabung dalam satu kesatuan dan saling berinteraksi dalam daerah tertentu. Misalnya mempelajari struktur dan komposisi spesies tumbuhan di hutan rawa, hutan gambut, atau di hutan payau, mempelajari pola distribusi binatang liar di hutan alam, hutan wisata, suaka margasatwa, atau di taman nasional, dan lain sebagainya.
Sinekologi berdasarkan falsafah dasar bahwa tumbuhan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang dinamis. Masyarakat tumbuhan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu keluar masuknya unsur-unsur tumbuhan dan turun naiknya berbagai variable lingkungan hidup. Dalam sinekologi komunitas tumbuhan atau vegetasi dianggap mempunyai perilaku sebagai suatu organisme utuh. Vegetasi bisa lahir, tumbuh, matang, dan akhirnya mati.
Dua bidang kajian utama dalam sinekologi adalah:
• Bidang kajian tentang klasifikasi komunitas tumbuhan.
• Bidang kajian tentang analisis ekosistem.
Sinekologi mempelajari kelompok individu sebagai suatu komunitas. Pengaruh lingkungan terhadap komposisi dan struktur vegetasi Morfologi, Anatomi, Histologi, Fisiologi, Genetika.
Sering pula kita dengar istilah lain seperti: ekologi jenis, ekologi populasi, ekologi komunitas dan ekologi ekosistem. Namun sekarang terdapat kecenderungan untuk meninggalkan pembagian seperti tersebut diatas.
Sinekologi perkembangan dari Geografi Tumbuhan, yang mengkaji pada tingkat komunitas. Sinonim dari Sinekologi adalah Ekologi komunitas, Filososiologi, Geobotani, Ilmu Vegetasi dan Ekologi Vegetasi. Sinekologi mengkaji komunitas tumbuhan dalam hal:
1. Sosiologi Tumbuhan, yaitu deskripsi dan pemetaan tipe vegetasi dan komunitas.
2. Komposisi dan struktur komunitas.
3. Pengamatan dinamika komunitas, yang mencakup proses seperti transfer nutrien dan energi antar anggota, hubungan antagonistis dan simbiotis antara anggota, proses, dan suksesi (perubahan komunitas menurut waktu).
4. Mencoba untuk mendeduksi tema evolusioner yang menentukan bentuk komunitas secara evolusioner

Contoh jurnal Sinekologi
Judul penelitian : Struktur, komposisi, dan status tumbuhan obat di kawasan hutan taman nasional Alas Purwo
Hasil review :
Didalamnya terdapat kumpulan organisme yang berinteraksi dalam satu tempat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwasannya secara umum kawasan TN Alas Purwo mempunyai topografi datar, bergelombang ringan sampai berat dengan puncak tertinggi berada di gunung Lingga manis (322 m dpi). Sementara keadaan tanahnya hampir keseluruhan merupakan jenis tanah liat berpasir. Kawasan yang memiliki curah hujan 1000-1500 mm per tahun dengan temperatur udara 22° -31° C dan kelembaban udara 40- 85 % ini sebagian besar didominasi formasi hutan bambu (40%). 
Taman Nasional Alas Purwo termasuk salah satu kawasan yang menyimpan jenis-jenis tumbuhan obat langka dan tumbuhan berpotensi obat penting lainnya .Alstonia scholaris merupakan jenis tumbuhan obat yang paling banyak ditemukan di samping tumbuhan merambat Piper retrofractum. Sementara Arcangelisia flava meskipun ditemukan cukup banyak namun penyebarannya tidak merata di kawasan sehingga cukup riskan terhadap adanya perubahan habitat. Parkia roxburghii hanya ditemukan kurang dari lima individu dewasa dan tidak ditemukan tingkat semainya sehingga perlu antisipasi guna kelanjutan generasinya di masa yang akan datang. Dari strukturnya, jenis-jenis tumbuhan obat langka ini tidak meyakinkan untuk dapat bertahan lama di alam. Sementara komposisi jenis tumbuhan obat langka baru diwakili oleh jenis-jenis pohon berkayu dan liana yang penyebarannya terbatas.

Contoh jurnal Autekologi
AUTEKOLOGI PURNAJIWA (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn. (FABACEAE) DI SEBAGIAN
KAWASAN HUTAN BUKIT TAPAK CAGAR ALAM BATUKAHU BALI
THE AUTECOLOGY OF PURNAJIWA (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn. (FABACEAE)
IN SOME AREAS OF TAPAK HILL BATUKAHU NATURE RESERVE BALI
SUTOMO, LAILY MUKAROMAH
UPT-BKT Kebun Raya “Eka Karya” Bali
Candikuning, Baturiti, Tabanan, Bali 82191



Purnajiwa ditemukan pada tempat yang ternaungi
diantaranya adalah di bawah pohon Laportea sp., Ficus
sp., Syzygium zollingerianum, dan Sauraria sp. dengan
intensitas penyinaran antara 55-65%. Tumbuh pada
kemiringan tanah antara 20-55 % serta ketebalan
seresah 3-7 cm dengan pH tanah berkisar antara 6,7-
6,8. Sebanyak 16 jenis tumbuhan bawah hidup bersama
purnajiwa diantaranya yang cukup dominan adalah
Diplazium proliferum (INP = 54,6) dan Oplismenus
compositus L. (INP = 40). Populasi purnajiwa di sebagian
kawasan hutan Bukit Tapak secara umum masih cukup
baik, namun intensitas masyarakat memasuki kawasan
hutan ini harus menjadi perhatian apabila menghendaki
kelestarian biodiversitas tumbuhan pegunungan,
termasuk jenis purnajiwa ini. Kegiatan konservasi exsitu
disarankan menjadi salah satu alternatif solusi untuk
menyelamatkan populasi purnajiwa.